Jika alam semesta kita seperti satu gelas yang berisi beras-beras, maka ada dua cara untuk mendefinisikan beras-beras yang mengisi alam semesta tersebut, dengan catatan alam semesta hanya terbatas “satu gelas” saja, tak kurang dan tak lebih.
Beras-beras adalah fenomena alam, hukum alam, apa yang terjadi di dalamnya, yang dapat diwakilkan dalam bentuk bilangan-bilangan. Oleh karena itu, cara mendefinisikan beras-beras bisa dibilang adalah cara mendefinisikan bilangan-bilangan.
Cara pertama mendefinisikan bilangan adalah menghitung beras-beras satu per-satu dengan cara memasukannya ke dalam gelas kosong sampai ia penuh. Sehingga dapat dikatakan, gelas kosong 0 (nol) adalah bilangan referensi untuk bilangan-bilangan yang terbentuk.
Baris Aritmetika yang terbentuk 0, 1, 2, 3 ….. ∞
Cara kedua untuk mendefinisikan bilangan adalah sebaliknya, yakni menghitung beras-beras satu per-satu dengan cara mengeluarkannya dari gelas penuh sampai ia kosong. Sehingga gelas penuh adalah bilangan referensi untuk bilangan-bilangan yang terbentuk.
Baris Aritmetika yang terbentuk ∞, 1, 2, 3 … 0
Kedua cara tersebut menciptakan dua jenis sistem bilangan, yakni baris bilangan dengan referensi 0 dan baris bilangan dengan referensi ∞ , dimana mereka adalah baris-baris bilangan yang setara.
“Ketika saya memikirkan apa yang umumnya orang inginkan dalam perhitungan,” begitu kata Muhammad Ibn Musa Alkhwarizmi, pencipta baris bilangan desimal pada 830 Masehi, “saya menemukan bahwa yang terlibat dalam perhitungan-perhitungan itu berupa angka. Saya juga mengamati bahwa setiapangka terdiri dari unit, dan bahwa angka berapa pun dapat dibagi menjadi unit-unit tertentu. Selain itu, saya menemukan bahwa setiap angka, yang dapat dinyatakan dari satu hingga sepuluh, melampaui yang sebelumnya dengan satu unit: setelah itu sepuluh kali lipat atau tiga kali lipat, sama seperti sebelum unit-unit itu: dengan demikian muncul dua puluh, tiga puluh, hingga seratus; kemudian seratus dua kali lipat dan tiga kali lipat dengan cara yang sama seperti satuan dan puluhan, hingga seribu; maka seribu dapat diulangi dengan bilangan kompleks apa pun; dan sebagainya hingga batas maksimal angka.”
Lebih dari seribu tahun kemudian, pada 1870, pencetus teori himpunan, Cantor menemukan gelas penuh atau “batas maksimal angka” yang dikatakan Alkhwarizmi, namun ia belum menggunakannya sebagaimana mestinya.
Jika gelas penuh pun adalah suatu angka bulat, maka kita dapat menyusun baris bilangan baru yang berlawanan arah dengan baris bilangan desimal ciptaan Alkhwarizmi.
Jika sistem terbatas diberlakukan, gelas kosong 0 adalah bilangan paling kecil di alam semesta, sedangkan gelas penuh ∞ adalah bilangan paling besar. Alkhwarizmi diyakini telah menyempurnakan sistem bilangan desimal India menjadi lebih sederhana dengan menambahkan bilangan paling kecil 0.
Dengan demikian, menyempurnakan sistem Alkhwarizmi, saat ini baris bilangan terbagi menjadi dua, yakni baris bilangan 0, 1, 2, 3 … dan kebalikannya, yakni baris bilangan ∞, 1, 2, 3 …
Kedua sistem bilangan tersebut setara, dimana mereka bersifat seperti cermin dan bayangannya, baris yang satu adalah bayangan dari baris lainnya, namun saling melengkapi. Untuk membedakannya gunakan noktah kecil di atas salah satu sistem bilangan.
Lalu, apa gunanya bilangan-bilangan dengan noktah kecil di atasnya?
Leave a Reply